Komunitas konfesional adalah kelompok yang memiliki agama atau keyakinan yang sama.
Pada pemerintahan Kesultanan Utsmaniyah, sistem klasifikasi ini memungkinkan orang untuk dikelompokkan berdasarkan agama mereka dibandingkan kebangsaan atau etnisitas, yang lebih konsisten dengan struktur sosial masa itu. Masyarakat dianggap lebih efektif dalam merepresentasikan kemauan mereka sebagai kelompok dibandingkan individual. Dengan Kebangkitan nasionalisme di Kekaisaran Utsmaniyah dan setelah reformasi Tanzimat (1839-76), sistem Millet digunakan untuk merujuk kepada minoritas ethno-religius yang dilindungi negara, mirip dengan penggunaan 'bangsa' di negara-negara lain.[1]
Konstitusi Lebanon juga berdasarkan pada ide konfesional dalam politik, dimana diharapkan tercapai keseimbangan antar berbagai kelompok 'komunitas konfesional' yang diakui negara. Pada contohnya presiden Lebanon diharuskan berasal dari komunitas Kristen Maronit,[2] perdana menteri berasal dari komunitas Islam Sunni, dan ketua parlemen (juru bicara) berasal dari komunitas Islam Syiah.[3]